Skripsi sudah dekat. Sudah sangat dekat
untuk ditinggal pergi bermain sehari lagi, sudah sangat dekat untuk tidak
terlalu dipikirkan. Aku sedang duduk di atas motor, menunggu makan malamku
jadi, mungkin sebentar lagi. Saking bosannya aku menoleh ke gerobak penjual
itu, aku melakukan kebiasaanku. Memandangi bintang, kebetulan cuacanya sedang
cerah. Pikiranku jadi melayang jauh sekali.
Ponselku berdering. Ah, ibuku.
Senangnya, akhirnya ibuku menelponku lagi setelah sekian lama sibuk dengan desertasinya.
Rasanya memang ada yang perlu aku sampaikan. Ini, tentang keputusanku yang
memberatkan diri pada industri farmasi ketimbang farmasi klinis. Ini, tentang
keputusanku yang benar-benar ingin menjadi anak bimbing seorang dosen yang aku
banggakan, namun teman-teman malah menyuruh memilih dosen yang lain.
“Nggak apa, industri farmasi juga
bagus.”
“Ma, tentang skripsi, kata teman-teman,
lebih baik aku pilih Bu Tatik. Tapi, ibunya cenderung tegas dan disiplin.”
Rasanya ibuku mengingat dengan baik
ceritaku tentang karakter dosen-dosenku sebelumnya. “Jangan, Mama sudah kenal
Intan 21 tahun. Intan nggak bisa dikerasin.
Sudah ya, ikutin kata hati aja.”
Ya, ini bukan tentang teman-temanku, ini
murni tentang aku. Tiga bulan terasa sangat kilat bila topik, bahan, atau
bahkan metode penelitianmu berganti dengan alasan yang rasional. Kadang, satu
hal yang berganti akan mengubah semuanya. Aku merasakannya. Hampir sama lah dengan daftar isi, bila satu
halamanmu hilang, halaman-halaman lain tak lagi sama. Aku harus minta maaf pada
kertas A4 atas keterlaluanku membuatnya berfungsi.
Media sosial saat-saat sedang jenuh
nyatanya tidak membantu. Aku jadi semakin jenuh karena membaca pola kawanku
yang lebih gamblang menyatakan kejenuhannya via media. Belum lagi, ritual
mencari jurnal di setiap detik waktu luangmu. Ini jelas bukan keharusan, tapi
analisismu mudah goyah bila tidak mencarinya. Aku sudah ratusan kali menemui
jurnal bagus yang berbayar, apa boleh buat. Kupikir hal seperti ini dalam masa
skripsi adalah sebuah seni.
Untuk banyak waktu yang tidak kuhabiskan
bersama ibu, ayah, dan adikku, akhirnya proposalku jadi. Untuk satu sks dengan
rute panjang, aku menghentikan kegemaranku membaca buku motivasi. Untuk banyak
kertas A4 tidak berdaya di kamarku, aku akan sidang sebentar lagi. Sidang? Iya,
12 Februari 2013.
Memikirkan tanggalnya membuatku sangat
tidak karuan. Aku berfokus pada powerpoint
slide yang harusnya jauh dari sisi over
entertaining. Aku menggarisi semua kemungkinan yang mungkin ditanyakan,
lalu meletakkan jawabannya di lampiran, setelah slide ucapan terima kasih. Aku bangga sekali slide-ku mencapai angka 47, namun aku banyak berdoa agar tak
satupun lampiran yang aku siapkan ini ditanyakan. Aku juga berlatih presentasi,
pagi-pagi buta. Total, aku melakukan tiga kali simulasi. Mulai dari lebih dari
20 menit, lalu 13 menit, dan akhirnya 11 menit. Aku harus menyelesaikan dua bab
buku Farmasi Fisik karangan Martin dalam kantuk berlebihan. Hanya kalimat ini
yang membuatku sanggup, “Seorang pemenang adalah seseorang yang sudah
menyelesaikan setengah pekerjaannya di saat yang lain terlelap.”
Aku jadi benar-benar lupa, aku tak boleh
sembarangan berpakaian esok hari. Ketentuan menginginkan seluruh peserta sidang
menggunakan pakaian putih hitam. Dan aku bahkan tidak punya kemeja putih layak,
rok hitam, serta sepatu hitam. Biarlah, biar waktu yang menawarkan bantuannya.
Nyatanya, semua bisa bertahan, semua pasti dibantu Tuhan.
Menjelang pukul 14.00, aku makin tidak
bisa berkonsentrasi. Apalagi setelah melihat rekan-rekan yang ditanya dari
segala arah. Proposalnya mikroemulsi, pertanyaannya bisa sampai ke penetapan
kadar menggunakan spektrofotometer dan kaitannya dengan yang tertera dalam
Farmakope Indonesia. Aku menyadari, satu jam ini adalah sebuah pertanggungjawaban
atas lebih kurang empat tahun aku menimba ilmu di sini. Harus ada, harus ada
yang melekat.
“Ya sudah lah ya, satu jam ini. Tiap dosen khan cuma punya waktu 15 menit,” gumamku pada diri sendiri. Dosen
pembimbingku benar, beliau bilang aku adalah peneliti yang paling tahu tentang
penelitianku. “Ayolah, ini sama saja seperti presentasi farmasi masyarakat,
fitokimia, atau apapun,” kataku lagi, belum pernah merasa segugup ini. Aku
membaca ulang judulku, ada rasa bangga berlebih di sana. Topiknya mirip dengan
yang aku presentasikan saat mengikuti kompetisi Mahasiswa Berprestasi beberapa
waktu lalu. “Please, jangan gugup!
Dengan topik seperti ini, kamu sudah pernah menang.”
Aku melewati 3.600 detik paling luar
biasa sepanjang 2013 ini. Orang hebat tidak akan melarikan diri. Lagipula,
untuk apa melarikan diri, gerbang setelah ini malah indah sekali. Aku sempatkan
melihat sekeliling, ternyata kawan-kawan yang ikhlas mendukungku berharap
banyak padaku. Tuhan yang baik, aku sudah siap, aku sudah punya cukup kekuatan.
“Selamat, Nak! Anda dinyatakan lulus!”
adalah kalimat paling haru yang aku tunggu-tunggu. Aku menjabati tangan keempat
dosen di muka serta kawan-kawanku. Sesaat setelahnya, aku baru paham bahwa ini
adalah sebuah proses belajar. Boleh salah, yang penting terus belajar.
Aku senyum-senyum sendiri. Sungguh,
langitnya cerah sekali. Bintangnya luar biasa bahagia, mungkin dia sama
sepertiku yang baru saja lulus sidang proposal. Jalanku jelas masih panjang,
tetapi aku akan menikmati dan mensyukuri tiap prosesnya.
“Mbak, 7.000,” tiba-tiba aku dikagetkan
suara tak dikenal. Ternyata, lagi-lagi aku melamun. Aku melamunkan hal nyata
yang baru saja terjadi. Rasanya seperti tiga bulan lalu saat aku berkhayal di
antara waktu menunggu makan malamku, di tempat yang sama. Namun yang ini, it’s better than good! (intan)