Karena Pendidik Tidak Sama dengan Guru


Dimuat di Warta Unair No 81, Edisi Juni 2012
“Sebab pendidik tidak minta dilayani, ia datang untuk melayani..”

Mungkin kalimat di atas dapat menjadi pesan tersirat yang benar-benar ingin disampaikan panitia National Future Educators Conference di Jakarta, 9-10 Juni 2012 lalu. Konferensi tahunan hasil karya Komunitas Youth Educators Sharing Network (Youth ESN) ini nyatanya berhasil melibatkan partisipasi sekitar 107 orang peserta yang diharuskan mengikuti seleksi terlebih dahulu, dan berasal dari Aceh hingga Papua, dimana peserta berasal dari kalangan pengajar, aktivis, dan pelajar yang memiliki ketertarikan dan kepedulian mendalam terhadap pendidikan Indonesia. Termasuk juga, Ni Putu Intan Sawitri Wirayani (Fakultas Farmasi, 2009) yang berhasil mewakili Universitas Airlangga.

Konferensi ini sebagian besar diisi oleh plenary session yang membahas tentang peran pendidik muda, tantangan pendidikan di masa depan, serta bagaimana melibatkan diri dalam kegiatan pendidikan yang didasari oleh hati serta passion. Adapun panelis yang terlibat antara lain Ahmad Rizali (Ketua Dewan Pembina The Center for the Betterment of Education (CBE) Jakarta), Adenita (Penulis Buku 9 Matahari dan 23 Episentrum), Edwin Leo Mokodompit (Koordinator UNESCO Youth Desk Indonesia), Imelda Fransisca (Miss Indonesia 2005), Asep Kambali (Founding Father Komunitas Historia), Nadya Sanggra (Project Manager dari Surabaya Goes to School), Iman Usman (Presiden Indonesian Future Leaders), Satria Dharma (Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia), dan beberapa nama lain.

Selain itu, peserta juga dibagi menjadi empat kelompok berdasarkan peminatan, yakni Social Character and Leadership Education, Green Economy Education, Inclusive Education, serta Culture and Art Education, dimana setiap kelompok diwajibkan mengikuti parallel session yang diisi oleh pemenang Call for Papers NFEC 2012 terkait materi yang sesuai. Keempat bidang itu adalah bidang-bidang yang paling menjangkau keadaan masyarakat Indonesia dan perlu pembenahan. Untuk bidang Green Economy, dijelaskan mengenai agroforestri (sistem tumpang sari antara tanaman hutan dan tanaman perkebunan, red). Ada pula pemaparan fakta bahwa orang Jepang di Indonesia lebih dapat memanfaatkan sampah di sekitar pantai di Bali melalui program Clean Up Bali dan Eco Sanur Project yang mereka ciptakan. Parallel session ditutup keesokan harinya dengan diskusi seputar upaya untuk memulai perubahan dan pergerakan kecil dan nyata dari diri sendiri.

Kegiatan selama dua hari ini berhasil menyadarkan peserta bahwa usia muda dapat melakukan banyak sekali pergerakan nyata dan berguna orang lain, terutama dalam hal pendidikan, upaya yang paling mungkin memajukan kualitas hidup masyarakat Indonesia. Ditambah lagi dengan konsep pendidik yang berhasil dipatahkan, “Pendidik bukanlah orang yang mengajar di sekolah, pendidik adalah semua anak bangsa yang peduli pendidikan, berkontribusi dalam hal mencerdaskan bangsa,” ujar Ahmad Rizali.

Penelitian tahun 2010 menyatakan bahwa Indonesia tidak siap menghadapi era millenium, dimana jumlah terbesar muridnya tidak kompeten karena tidak mampu berpikir tingkat tinggi. Mengetahui keadaan seperti ini, pemuda peduli pendidikan wajib bergerak. Satria Dharma pun menambahkan dalam petuahnya menggerakkan pemuda, “Jika kita peduli orang lain, maka urusan kita akan diselesaikan Tuhan.”

“Saya bersyukur dapat mengikuti event seinspiratif ini. Untuk ke depannya, saya akan lebih banyak berada di project-project yang bergerak di bidang pendidikan dan lingkungan hidup,” kata Intan, menyadari perannya sebagai pemuda peduli pendidikan dan perubahan ke arah lebih baik. Jadi tunggu apa lagi, pemuda? Salam muda, mendidik, membangun bangsa!

My Instagram