Ini kelanjutan dari posting sebelumnya. (Kami)
mencoba menjadi pribadi sebaik-baiknya dan berguna bagi orang lain. Kesempatan
ini selalu bisa aku dapatkan di hari Sabtu, jadwalku mengajar di dekat terminal
Joyoboyo, sebelah Kebun Binatang Surabaya (KBS). Thank you Save Street Child
(SSC) Surabaya yang sudah baik sekali memfasilitasiku menjadi salah satu
volunteer pengajar. Hari itu menjadi beda karena kami, tim SSC dan adik-adik
Joyoboyo, kedatangan kakak-kakak dari Tunas Community yang ingin berbagi.
Jadilah Sabtu sore itu diwarnai dengan keseruan yang lebih (susah digambarkan).
Yang jelas, ini malam mingguku, mana malam minggumu? #bangga #bahagia
#alifeasasocialworker.
Ayo kutunjukkan dunia di luar garis hijaumu, karena
bukan tidak mungkin suatu hari dirimu jadi bagian dari kami yang mengabdi pada
negeri dengan cara sederhana. Pengalamanku selama ini, aku selalu mendapatkan
kebahagiaan batin yang lebih dari mendapat sepatu Nike, buku Hector and The
Search of Happiness (original version), atau kacamata baru. Benar sekali kata
orang bijak, kebahagiaanmu ada di kebahagiaan orang lain. Entah ya, bagimu yang
masih berego tinggi dan memenuhi pikiran dengan hal duniawi, suatu hari di satu
kesempatan pasti mengakuinya.
Sore itu dimulai dengan adik-adik riang yang
menyambut kami, berlarian siap belajar. Di tangannya ada buku pelajaran yang
berisi pekerjaan rumah, akan dikumpulkan hari Seninnya. Ada juga yang
menggendong tas kempes, maksudku isinya hanya 2 batang pensil tumpul dan
penghapus rompel. Di luar itu semua, niat belajar mereka harus dihargai. Sekali
lagi, keceriaan dan kepolosan mereka menggugah hati kami.
Aku buka acara itu dengan ceria. Aku minta seorang
untuk memimpin doa mulai aktivitas. Awalnya sulit sekali meminta adik-adik ini
bergerak. Namun, setelah mereka dijanjikan hadiah di akhir sesi, mereka
berteriak minta ditunjuk. Untuk doa pembuka, mereka akhirnya bersepakat
menunjuk dua adik yang mereka sebut sebagai ‘Bapak-Ibu RT’.
“Ayo nyanyi dulu yuk.” 2 kali sesi bernyanyi, aku
mengarahkan adik-adik menyanyi lagu 17 Agustus dan Indonesia Raya. Syukurlah
mereka ingat lagu kebangsaan itu, mereka menyanyikannya dengan lantang dan
senang. Kupikir supir angkot yang kebetulan lewat pasti menoleh ke arah kami
karena mendengar suara anak negeri yang bangga akan bangsanya, mudah-mudahan
yang mendengar adalah Kepala Dinas Pendidikan/ Dinas Sosial, Menteri
Pendidikan/ Sosial, dan Presiden, di lain kesempatan.
Sebelum mulai ke acara belajar bersama kakak-kakak,
melihat animo mereka yang meninggi dan antusias, aku lanjutkan kegiatan itu
dengan game ringan yang hampir selalu mereka mainkan sesaat sebelum belajar.
Namanya kotak pos, game ala-ala anak 90-an, hanya bermodal tangan dan nyanyian
saja. “Kotak pos belum diisi..” 98% anak seumurku pasti paham. Cuma, di akhir
lagu, sepertinya ada tambahan yang kurang familiar di telingaku. Ceritanya,
adik-adik yang tangannya tertepuk setelah lagu selesai dinyanyikan akan diminta
maju untuk memperkenalkan diri. Sekali lagi, mereka hampir semua minta
ditunjuk, karena sudah tahu di akhir sesi akan ada pembagian hadiah. Lucu
sekali, melihat ada yang berteriak melihat respon kawannya yang sangat lambat
menepukkan tangannya –mungkin dia ingin sekali dipilih.
Adel adalah adik pertama yang memperkenalkan diri,
setelah berusaha setengah mati tepukan terakhir jatuh ke tangannya. “Kenalinnya
namanya siapa, kelas berapa, sama cita-citanya apa ya,” kataku memandu.
“Halo, namaku Adel. Aku kelas 6 SD. Cita-citaku apa
ya?”
Adel berpikir sangat lama, teman-temannya pun ikut
berpikir. Ini mungkin yang membedakan anak-anak pada umumnya dan mereka.
Lingkungan yang sehat sudah seharusnya menumbuhkan mimpi dan semangat
memperjuangkannya, namun berbeda di sini. Mimpi nanti saja kalau sempat, yang
penting perut terisi dan punya material (yang tidak dimiliki sebelumnya).
“Oh ya wes lah, model ae.”
Barulah dia menjawab setelah mencuri dengar beberapa
kakak berceletuk. Sebenarnya dia anak yang manis, rambutnya lurus, kulitnya
eksotis dan posturnya lumayan tinggi. Tapi, kalau mendengarnya berbicara atau
mengamati bersikap, dia termasuk sangat kasar dan lebih seperti preman. Saat
kubahas ini dengan temanku, dia bilang memang begitulah caranya mereka hidup.
‘Mereka harus keras karena kehidupan mereka jauh lebih keras.’ Iya juga ya,
mereka bertahan dan berjuang sedini mungkin, bekal masa depannya berbeda.
Setelah Citra dari Tunas Community berkenalan dan
mengungkapkan keinginannya menjadi profesor, Amel yang berkenalan ini menjadi
lebih lancar. “Namaku Amel, kelas 4 SD. Aku mau jadi guru atau profesor.” Kami
serentak langsung bertepuk tangan. Sebenarnya anak-anak masih sangat polos dan
mudah sekali diarahkan, jika dia melihat role model yang baik, dia akan
mengimitasi.
Let’s study with us! Begitu waktunya tiba, mereka
membuka buku pelajaran dan memilih kakak-kakaknya yang akan diajak belajar. Seperti
aku dan Sofia, hari itu dia memintaku mengajarinya perkenalan bahasa Inggris
dan matematika pecahan (yang kebetulan termasuk pelajaran favoritku saat SD). Rasanya
puaaaaaaaaas, haruuuu, senaaaaaaang sekali mendengarkan dia akhirnya, setelah
30 menit belajar, jadi mampu memperkenalkan diri mulai dari mengucap salam,
menyebutkan nama, umur, tempat tinggal, hingga mau jadi apa jika besar nanti.
Sederhana, tapi bahagia. Iya, bahagia itu sederhana. Syukurlah dia menyukai
caraku mengajarinya, dia jadi ingin belajar bahasa Inggris lebih dan lebih.
Kulihat kakak-kakak dan adik-adik lain tengah sibuk
dengan kegiatan semi belajar. Kadang adik-adik yang bosan bisa berlarian
mengganggu atau mencari ketenangan, maksudku menyudahi belajarnya.
Menjelang sore, adik-adik mendapat hadiah yang dijanjikan. Tidak mewah sih, hanya jadi benar-benar mengembangkan senyum di wajah
mereka. Aku paham suatu hari mereka akan lupa, kami pun juga, namun acara ini
memang tidak untuk diingat, kami mencari kebahagiaan dan kebahagiaan itu kami
dapatkan dari senyuman mereka. Yang aku tulis dini hari ini adalah upayaku
menyebarkan semangat yang sama pada siapapun yang membacanya. Aku berdoa pada Tuhan
semoga kita semua selalu diberi kesempatan untuk membahagiakan diri dan orang
lain dengan cara yang positif dan tidak memberatkan diri sendiri.
Mau kuberitahu sesuatu? Kalau susah bahagia,
bersamalah menciptakan kebahagiaan orang lain, or simply ikutlah bahagia atas
kebahagiaannya.
Special thanks to:
Citra (Tunas Community), Mas Ncing, dan SSC (Mbak Dita dkk) :)