Questions Before Die #2

Maaf ya kalau gambarnya agak vulgar/ mencengangkan.
This is for your information, ada kehidupan kurang layak di luar sana.
Entah setelah ini teman-teman akan lebih bersyukur atau langsung turun tangan,
Tuhan memberkati niat teman-teman :)
Ini kelanjutan dari posting sebelumnya. (Kami) mencoba menjadi pribadi sebaik-baiknya dan berguna bagi orang lain. Kesempatan ini selalu bisa aku dapatkan di hari Sabtu, jadwalku mengajar di dekat terminal Joyoboyo, sebelah Kebun Binatang Surabaya (KBS). Thank you Save Street Child (SSC) Surabaya yang sudah baik sekali memfasilitasiku menjadi salah satu volunteer pengajar. Hari itu menjadi beda karena kami, tim SSC dan adik-adik Joyoboyo, kedatangan kakak-kakak dari Tunas Community yang ingin berbagi. Jadilah Sabtu sore itu diwarnai dengan keseruan yang lebih (susah digambarkan). Yang jelas, ini malam mingguku, mana malam minggumu? #bangga #bahagia #alifeasasocialworker.

Ayo kutunjukkan dunia di luar garis hijaumu, karena bukan tidak mungkin suatu hari dirimu jadi bagian dari kami yang mengabdi pada negeri dengan cara sederhana. Pengalamanku selama ini, aku selalu mendapatkan kebahagiaan batin yang lebih dari mendapat sepatu Nike, buku Hector and The Search of Happiness (original version), atau kacamata baru. Benar sekali kata orang bijak, kebahagiaanmu ada di kebahagiaan orang lain. Entah ya, bagimu yang masih berego tinggi dan memenuhi pikiran dengan hal duniawi, suatu hari di satu kesempatan pasti mengakuinya.

Sore itu dimulai dengan adik-adik riang yang menyambut kami, berlarian siap belajar. Di tangannya ada buku pelajaran yang berisi pekerjaan rumah, akan dikumpulkan hari Seninnya. Ada juga yang menggendong tas kempes, maksudku isinya hanya 2 batang pensil tumpul dan penghapus rompel. Di luar itu semua, niat belajar mereka harus dihargai. Sekali lagi, keceriaan dan kepolosan mereka menggugah hati kami.





Aku buka acara itu dengan ceria. Aku minta seorang untuk memimpin doa mulai aktivitas. Awalnya sulit sekali meminta adik-adik ini bergerak. Namun, setelah mereka dijanjikan hadiah di akhir sesi, mereka berteriak minta ditunjuk. Untuk doa pembuka, mereka akhirnya bersepakat menunjuk dua adik yang mereka sebut sebagai ‘Bapak-Ibu RT’.


“Ayo nyanyi dulu yuk.” 2 kali sesi bernyanyi, aku mengarahkan adik-adik menyanyi lagu 17 Agustus dan Indonesia Raya. Syukurlah mereka ingat lagu kebangsaan itu, mereka menyanyikannya dengan lantang dan senang. Kupikir supir angkot yang kebetulan lewat pasti menoleh ke arah kami karena mendengar suara anak negeri yang bangga akan bangsanya, mudah-mudahan yang mendengar adalah Kepala Dinas Pendidikan/ Dinas Sosial, Menteri Pendidikan/ Sosial, dan Presiden, di lain kesempatan.





Sebelum mulai ke acara belajar bersama kakak-kakak, melihat animo mereka yang meninggi dan antusias, aku lanjutkan kegiatan itu dengan game ringan yang hampir selalu mereka mainkan sesaat sebelum belajar. Namanya kotak pos, game ala-ala anak 90-an, hanya bermodal tangan dan nyanyian saja. “Kotak pos belum diisi..” 98% anak seumurku pasti paham. Cuma, di akhir lagu, sepertinya ada tambahan yang kurang familiar di telingaku. Ceritanya, adik-adik yang tangannya tertepuk setelah lagu selesai dinyanyikan akan diminta maju untuk memperkenalkan diri. Sekali lagi, mereka hampir semua minta ditunjuk, karena sudah tahu di akhir sesi akan ada pembagian hadiah. Lucu sekali, melihat ada yang berteriak melihat respon kawannya yang sangat lambat menepukkan tangannya –mungkin dia ingin sekali dipilih.


Adel adalah adik pertama yang memperkenalkan diri, setelah berusaha setengah mati tepukan terakhir jatuh ke tangannya. “Kenalinnya namanya siapa, kelas berapa, sama cita-citanya apa ya,” kataku memandu.
“Halo, namaku Adel. Aku kelas 6 SD. Cita-citaku apa ya?”
Adel berpikir sangat lama, teman-temannya pun ikut berpikir. Ini mungkin yang membedakan anak-anak pada umumnya dan mereka. Lingkungan yang sehat sudah seharusnya menumbuhkan mimpi dan semangat memperjuangkannya, namun berbeda di sini. Mimpi nanti saja kalau sempat, yang penting perut terisi dan punya material (yang tidak dimiliki sebelumnya).


“Oh ya wes lah, model ae.”
Barulah dia menjawab setelah mencuri dengar beberapa kakak berceletuk. Sebenarnya dia anak yang manis, rambutnya lurus, kulitnya eksotis dan posturnya lumayan tinggi. Tapi, kalau mendengarnya berbicara atau mengamati bersikap, dia termasuk sangat kasar dan lebih seperti preman. Saat kubahas ini dengan temanku, dia bilang memang begitulah caranya mereka hidup. ‘Mereka harus keras karena kehidupan mereka jauh lebih keras.’ Iya juga ya, mereka bertahan dan berjuang sedini mungkin, bekal masa depannya berbeda.
Setelah Citra dari Tunas Community berkenalan dan mengungkapkan keinginannya menjadi profesor, Amel yang berkenalan ini menjadi lebih lancar. “Namaku Amel, kelas 4 SD. Aku mau jadi guru atau profesor.” Kami serentak langsung bertepuk tangan. Sebenarnya anak-anak masih sangat polos dan mudah sekali diarahkan, jika dia melihat role model yang baik, dia akan mengimitasi.


Let’s study with us! Begitu waktunya tiba, mereka membuka buku pelajaran dan memilih kakak-kakaknya yang akan diajak belajar. Seperti aku dan Sofia, hari itu dia memintaku mengajarinya perkenalan bahasa Inggris dan matematika pecahan (yang kebetulan termasuk pelajaran favoritku saat SD). Rasanya puaaaaaaaaas, haruuuu, senaaaaaaang sekali mendengarkan dia akhirnya, setelah 30 menit belajar, jadi mampu memperkenalkan diri mulai dari mengucap salam, menyebutkan nama, umur, tempat tinggal, hingga mau jadi apa jika besar nanti. Sederhana, tapi bahagia. Iya, bahagia itu sederhana. Syukurlah dia menyukai caraku mengajarinya, dia jadi ingin belajar bahasa Inggris lebih dan lebih.





Kulihat kakak-kakak dan adik-adik lain tengah sibuk dengan kegiatan semi belajar. Kadang adik-adik yang bosan bisa berlarian mengganggu atau mencari ketenangan, maksudku menyudahi belajarnya.






Menjelang sore, adik-adik mendapat hadiah yang dijanjikan. Tidak mewah sih, hanya jadi benar-benar mengembangkan senyum di wajah mereka. Aku paham suatu hari mereka akan lupa, kami pun juga, namun acara ini memang tidak untuk diingat, kami mencari kebahagiaan dan kebahagiaan itu kami dapatkan dari senyuman mereka. Yang aku tulis dini hari ini adalah upayaku menyebarkan semangat yang sama pada siapapun yang membacanya. Aku berdoa pada Tuhan semoga kita semua selalu diberi kesempatan untuk membahagiakan diri dan orang lain dengan cara yang positif dan tidak memberatkan diri sendiri.




Mau kuberitahu sesuatu? Kalau susah bahagia, bersamalah menciptakan kebahagiaan orang lain, or simply ikutlah bahagia atas kebahagiaannya.



Special thanks to:
Citra (Tunas Community), Mas Ncing, dan SSC (Mbak Dita dkk) :)

My Instagram