ParasHati

Aku menulis ini setelah menemukan perwujudan yang tepat. Menurutku (murni menurutku), korelasi paras dan hati dekat sekali. Kalau kau ditanya, kau lebih pilih paras atau hati?
Paras
Beberapa bulan ke belakang, saat ibuku hampir selalu pulang siang hari –sebelum sesibuk sekarang, beliau akan memanggilku yang sedang asyik dengan bacaan berbahasa Inggrisku di atas. Beliau mengajakku makan siang bersamanya. Ibuku lalu menyalakan TV dan berhenti pada sinetron India ‘Ranveer dan Ishani’. Di awal, aku memang berniat hanya untuk makan siang dan menemani ibuku saja, tetapi lama kelamaan, perhatianku terbawa pada tayangan siang itu. Pemainnya benar cantik dan tampan sekali, alur ceritanya mirip sinteron Indonesia yang sarat dengan pancingan emosi walaupun sedari awal kita sudah sama-sama tahu itu adalah hal yang sangat tidak realistis.

Muncullah tokoh bernama Ritika. Gadis cantik dengan rambut panjang lurus terurai. Senyumnya mungkin membuat sebagian teman laki-lakiku berpikir Ritika adalah masa depan mereka. Ritika tampil sebagai wanita tidak berdaya, yang dihamili seorang tak bertanggung jawab dan meminta belas kasihan tokoh utamanya untuk bertanggung jawab. Anehnya, karena rasa iba berlebihan, Ranveer (tokoh utama laki-laki) mengatakan akan menikahinya sementara Ishani (tokoh utama wanita, istri Ranveer) justru mengiyakan. Ya, anggaplah sampai di sini semua masih dalam batas normal. Ibuku sering sekali berkata “Ritika cantik sekali ya, In.” Memang cantik sih, baik dan kasihan sekali hidupnya, pikirku dalam hati.

Intrik berlangsung hingga suatu hari ibu kandung Ishani jatuh dari lantai paling atas dan meninggal dunia. Tak jelas itu siapa, hanya tangan saja yang terlihat mendorong pinggulnya. Aku dan ibuku terus menganalisis, siapa kira-kira pelakunya, kenapa hingga tega melakukan ini. Di berbagai kesedihan Ishani, Ritika selalu berusaha menghiburnya, berkata padanya bahwa dia akan membantu dan mencari banyak bukti mengenai siapa pelakunya. Setelah melewati beberapa episode dengan penasaran, aku kaget melihat seorang wanita dengan kerudung seadanya mengancam seseorang di balik jeruji besi. Itu Ritika! Dia yang mendorong ibu Ishani hingga meninggal, dia justru menumbalkan orang lain dan mengancam akan membunuh anak orang tersebut bila berniat mengakhiri kebohongan nyaris sempurna itu.

Ritika menjebak banyak orang, memfitnah, membunuh, melakukan banyak hal di luar nalar demi melindungi bayinya. Hidup yang bahagia tanpa cela, itu sih intinya –hingga menghalalkan segala cara. Singkat cerita, aku tidak paham apa yang ada di pikiran wanita berparas sangat cantik itu. Aku kemudian tak melihatnya secantik dan sebersahaja sebelumnya. Kalau bahasa alay-nya, kecantikannya luntur. Benar ya, paras bisa menipu. Aku korbannya.

(Bicara soal Ritika, ini hanya karakter yang ditampilkan dengan wajah itu. Aku sama sekali tidak bicara tentang pemerannya di kehidupan nyata, Smiriti Khanna –dia jelas cantik sebagai dirinya, bukan sebagai Ritika yang aibnya sudah terbongkar).

Hati
“Besok Mbak Intan ketemu Douglas ya? Salamin ya dari Ade, ya ampun, ganteng sekali!!!”
Adikku mendadak menjadi orang lain ketika tahu tutorku adalah Douglas Chernoff –mantan tutornya dua tahun lalu. Tanpa sadar aku jadi menunggu hari itu, aku mau lihat seperti apa orang yang membuat adikku merasa ayahnya kurang tampan.

Ini benar-benar my first impression ya, biasa saja (aduh maaf Douglas). Pria bule bukannya begitu, punya penampilan yang hampir sama, kulit putih, hidung mancung. Aku terus mencuri pandang ke arahnya, berusaha menganut paham adikku. Maaf, sampai detik ini belum bisa –apa aku sudah gila ya.

Dengan semakin bertambahnya bahasan di kelasku, rasanya aku semakin tidak percaya pada diriku sendiri. Apa hasilnya akan baik saja? Suatu hari, Douglas memberi PR menulis sebuah topik. PR menulis ini sama saja dengan writing test. Dalam ketidakpercayaan diriku, aku berpikir bagaimana mengaplikasikan hal-hal yang sudah Douglas ajarkan, aku tidak mau mengecewakannya –memang sudah seharusnya memperlakukan tutor/ guru demikian. Akhirnya, Douglas memuji karanganku. Dia bilang aku sudah sangat bekerja keras menerjemahkan maksudnya hingga karangan itu terkelola baik.

Dia mengapresiasi sebuah progress walaupun sangat kecil dan mungkin bagi banyak orang, tidak bermakna. Dia membuatku bangkit dari segala kecemasanku dan menunjukkan bahwa ternyata aku pun bisa, sama seperti yang lain. Ya Tuhan, aku sampai di tahap kehabisan kata-kata untuk mendeskripsikan kebaikannya. Intinya, Douglas sangat murah hati, dia menjelaskan dengan sabar, dia berhasil membuatku lebih percaya pada kemampuanku yang sebenarnya, dia sangat ramah, dia memaklumi semua kesalahan, dia membuatku ingin terus belajar dan memberikan yang terbaik. Di situ, pandanganku tiba-tiba berubah –seperti ada seseorang yang membuka mataku. Douglas menjadi benar-benar tampan seperti pangeran. Sangat karismatik.

Adikku benar, pada akhirnya aku menyadari Douglas sangat tampan. Namun menurutku, dia tampan karena perilakunya, karena kebaikannya, bukan karena parasnya. Aku menjadi sangat sedih ketika kelas akan berakhir, aku terlambat menyadarinya. Hal ini kurumuskan menjadi teoriku yang kesekian: butuh waktu untuk mengatakan seseorang “cantik/ tampan”, bersamanyalah beberapa waktu, biar hatinya yang menunjukkan.

(Sengaja kutulis dalam bahasa Indonesia agar Douglas tidak paham, jika suatu hari dia menemukan keyword namanya tercantum di blogku –kecuali istrinya menerjemahkan kata per kata padanya).

Ditulis untuk semua orang yang sering dibanding-bandingkan fisiknya kemudian menjadi tidak percaya diri. Setidak adil apapun dunia, pertahankan hatimu sebaik-baiknya!

My Instagram