Perkenalkan, aku sekarang berlabel mahasiswa profesi apoteker, baru saja lulus sarjana farmasi. Di institusiku, mahasiswa diwajibkan menjalani Praktek Kerja Profesi (PKP) bidang Komunitas di semester awal, sedangkan di semester selanjutnya, mahasiswa dibolehkan memilih 2 lajur yang cukup menyenangkan, bidang Industri atau Rumah Sakit.
Komunitas terdiri dari 3 sub bidang, Puskesmas, Apotek, dan Pemerintahan (Dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Besar POM). Aku janji akan bercerita bagian-bagian tak terlupakan dari penggapaian gelar profesiku ini, mulai dari Puskesmas.
Puskesmas tempatku berpraktek ini letaknya di tengah Surabaya dengan segala fenomena yang tak mungkin dilihat Presiden saat mengunjungi Surabaya. Bagaimana mungkin, jalannya terlampau kecil, kendaraan besar selalu akan berpikir dua kali. Begitu pun ayah dan ibuku yang tak jarang berdebat hebat perkara siapa yang akan mengantarku ke sana.
Puskesmas tempatku berpraktek ini letaknya di tengah Surabaya dengan segala fenomena yang tak mungkin dilihat Presiden saat mengunjungi Surabaya. Bagaimana mungkin, jalannya terlampau kecil, kendaraan besar selalu akan berpikir dua kali. Begitu pun ayah dan ibuku yang tak jarang berdebat hebat perkara siapa yang akan mengantarku ke sana.
Jam buka puskesmas adalah 07.30 dan berakhir pada pukul 14.30 dengan kondisi 13.00 ke atas sudah mustahil sekali ada pasien yang datang, artinya kita akan punya banyak sekali waktu luang. Belum lagi, waktu dinas hari Jumat dan Sabtu jadi ikut memendek. Ah, ini (mungkin) surga yang lain. Teman-temanku suka sekali praktek di puskesmas, katanya mereka bisa malas-malasan tanpa batas. Bagaimana denganku?
Aku? Hahaha, aku tak pernah masalah dengan waktunya. Bukankah itu menyenangkan? Aku hanya heran kalau pekerjaanku hanya duduk, menyiapkan obat, dan memberi informasi seputar obat yang sama setiap hari. Sebagaimana kita tahu, obat-obat puskesmas sesuai dengan ketentuan pemerintah, di mana-mana akan sama saja dan tidak terlalu beragam. Sekali lagi ini bukan masalah pelayanan, tetapi lebih kepada aku yang tidak suka pekerjaan monoton setiap harinya. Semua teman menertawaiku dan menganggapku bodoh karena tak suka pekerjaan santai begini, mungkin iya.
Telinga ibuku panas setiap kali aku mengeluh, terus (di awal masa 3 mingguku). Maka pada suatu hari, sebelum turun dari mobilnya, ibuku memberiku buku saku 'Kumpulan Kisah Inspiratif' yang manis. Kata beliau, ini akan membuat hariku kembali baik-baik saja. Ibuku tahu aku sering membaca di waktu-waktu yang menguap sia-sia.
Jarang sekali selama 3 minggu di sana aku dijemput tepat waktu. Kadang pada jam yang sama, ibuku masih mengajar mahasiswanya, supir ayahku terhambat kemacetan atau bahkan lupa dikabari ayahku untuk menjemput, dan kadang juga ayahku menunggu lama sekali di ujung gang karena ternyata ponselku yang susah dihubungi.
Aku duduk menanti, kadang terpanggang matahari walau berada di ruang tunggu. "Pulang sama siapa, Mbak Intan?" tanya ibu dokter, ibu bidan, mbak perawat, mas-mas petugas administrasi, mas-mas petugas lab, mbak apoteker, dan ibu asisten apoteker. Aku senyum saja, beberapa menawari pulang, nyatanya aku tak siap semacam pelindung kepala. Aku terus berada di ruang tunggu hingga satu persatu petugas puskesmas melambaikan tangan padaku, aku hanya berdua saja sore itu, dengan Mbak War yang rutin membersihkan puskesmas. Ketika Mbak War selesai, beliau yang iba mengajakku duduk membunuh waktu di rumahnya saja. Aku bicara banyak dengan ayahnya yang selalu menjual gado-gado di depan puskesmas dari pagi menjelang sore, dan dengan ibunya yang membantu memarkirkan motor para pasien puskesmas. Temanku bilang, aku sudah seperti anak SD saja, yang menunggu ayah/ ibunya di rumah petugas sekolah saat sekolah sudah benar-benar sepi.
--------------------------------------------------------------------------------------------
Spesialisasiku adalah 'Pusling', Puskesmas Keliling.
Setidaknya itu yang bisa aku sedikit banggakan kalau teman-teman bertanya.
Puskesmasku menjangkau wilayah yang luas, dan semua tahu masyarakat butuh pelayanan kesehatan. Sewaktu-waktu orang sehat bisa merasa kesakitan, orang yang sakit butuh tahu perkembangan kesehatannya, atau kehabisan obat yang harus setiap saat diminum.
Kuasa Tuhan yang luar biasa mengizinkan aku melihat fenomena ini lebih dekat. Puskesmasku yang pegawainya terbatas ini mengharuskanku membantu. Senin, Selasa, Rabu, dan Jumat. Ibu dokter akan datang ke kamar obat pagi-pagi untuk menjemputku. Aku akan berjalan di belakangnya dengan menggeret tas besar berisi obat.
Pos Pusling hanya berasal dari kebaikan hati para pejabat RW-nya dan/ atau warga yang sadar membutuhkan kami. Kadang di pos kamling, kadang juga di pinggir jalan.
Sebelum pasien datang, aku harus membersihkan pos pelayananku dan menata semuanya. Kursi, meja, taplak meja, formulir, resep, dan tentunya obat-obatan.
Inilah isi tas besar yang tak boleh lupa dibawa saat berkeliling.
Ibu dokter akan mendiagnosis dan meresepkan obat, sementara aku sendirian mengurusi administrasinya, apakah pasien punya kartu ASKES/ Jamsostek/ KK biasa, dll.
Setelah dapat resep, aku menyiapkan semua obat dan menuliskan etiket. Seterusnya, aku memberikan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) terkait obat. Yaah, kadang sulit ketika kau tahu dirimu bukan orang Jawa tulen dan harus berurusan dengan orang yang tak akan sedikitpun mengerti bahasamu. Kendala lain datang saat pasienmu menjadi sangat banyak di satu hari. Konsepmu hancur dan masih harus dimarahi pasien.
Hal ini pun benar-benar menjadi kendala. Kehabisan obat! Tak jarang aku harus berusaha profesional, aku harus bisa memberikan alternatif obat-obatan yang ada di dalam tas besarku. Dan jika yang habis adalah obat ringan/ vitamin untuk penyakit yang self-limiting, aku hanya memberi terapi nonfarmakologi (ya semacam hal-hal yang dapat dilakukan untuk meringankan gejala dan menyembuhkan kondisi tanpa menggunakan obat).
Pernah di satu hari, aku hanya mendapat sekitar 9 pasien. Terlampau sedikit untuk waktu yang panjang. Maka, di saat seperti inilah aku mulai membuka buku titipan ibuku.
Di hari Rabu, aku tiba di pos yang benar-benar mewah. Aku dan ibu dokter disuguhi camilan dan minuman dingin, disediakan televisi pula. 1 sisi hari lain yang menyenangkan.
Selama di sini, aku menjuluki diriku sebagai 'Anak Gaul Royal Plaza' karena pos tempatku bekerja memang sangat dekat.
Dibatasi pukul 11.30, pasien berangsur-angsur berpindah fokus. Aku dan ibu dokter akan kembali membantu di puskesmas pusat.