Bandung, 31 Maret (Bapak yang Dikirim Tuhan #1)

Ayah mengabari teman SD-nya yang sudah lama tak ditemuinya, mungkin bisa sampai 40 tahun –kebetulan beliau tinggal dan mengajar di Bandung. Wajah sumringah keduanya saat bertemu tak bisa disembunyikan, aku bersyukur menyaksikannya.

Pak Wayan adalah seorang dosen teknik mesin, beliau sungguh bijaksana. Setidaknya itu kesan pertama yang kutangkap, yang kemudian berkembang menjadi lebih. Beliau banyak bertutur hal-hal positif, inspiratif, dan motivatif –perbincangan yang kusukai, aku mendengarkan seluruhnya dengan penuh perhatian. Entahlah, mungkin bisa dilihat dari mata. Mungkin kesemuanya didapatkan beliau kala membaca dan meditasi.

Ibu mengenalkanku sebagai pejuang tangguh yang masih berdiri ketika berkali-kali jatuh ke jurang atau dihantam batu. Aku kemudian masuk fase berbincang serius dengan beliau. Aku ceritakan bahwa (1) aku terlalu banyak pikiran; (2) pikiranku kadang sulit sekali dikendalikan, hampir selalu arahnya ke negatif –aku selalu memandang diriku dengan negatif padahal aku tahu itu justru menyakiti diriku; (3) pikiran-pikiran itu datang dengan sendirinya padahal aku tak ingin memikirkannya. Pak Wayan sampai pada kesimpulan sebenarnya aku sangat bijak dan jauh lebih matang dari anak seusiaku, hanya pikiranku terhadap diriku sendiri ada di perbatasan antara positif dan negatif. Aku punya energi menjadikannya sangat positif, begitupun sebaliknya. Aku harus bisa mengendalikan pikiran karena ini sungguh bahaya. Untuk kedua pengakuanku, beliau mengajarkan sesuatu.

Aku sudah seperti dapat kuliah kehidupan –iya, kita bisa belajar darimana saja. Cara terbaik berdamai dengan pikiran adalah mengendalikannya via meditasi. Bagaimana menjelaskannya, sederhananya seperti ini.
Ada 4 kuadran yang disebabkan oleh bertemunya garis kesadaran (vertikal) dan pikiran (horizontal). Semakin ke kanan, semakin banyak hal yang dipikirkan seseorang. Semakin ke atas, semakin sadar seseorang.
  • Fase deep sleep à ketika seseorang tidak sadar dan tidak berpikir, benar-benar tidur nyenyak
  • Fase dreaming/ mimpi à ketika seseorang berpikir –bisa jadi keras, namun sebenarnya dia tidak sadar, ini bisa jadi fase yang paling melelahkan
  • Fase aktif à ketika seseorang berpikir dengan kesadaran penuh, sehari-hari kita pun demikian. Fase ini menjadikan kita bisa bebas berpikir hingga berbuat semaunya karena kita sadar dengan apa yang kita pikirkan hingga perbuat.
  • Fase meditatif à ketika seseorang berhasil mengendalikan/ mengendapkan pikiran –termasuk pikiran-pikiran yang tidak perlu, dalam keadaan sadar. Kelihatannya susah, namun lebih bijaksana dikatakan menantang. Orang kemudian bisa karena dibiasakan. Inilah yang perlu dilatih, agar pikiran kita hanya fokus pada yang masuk akal.
Melakukan meditasi itu seperti sedang mencoba menyelam ke dasar lautan yang paling dalam. Lautan itu adalah pikiran, sementara dasarnya adalah ‘the source of thought/ pure conciousness’ atau mungkin bisa juga disebut kejernihan pikiran –wajar sih, semakin dalam samudra, semakin jernih airnya.

Yang kubentuk bulat itu adalah hal-hal yang menjadi pikiran, entah itu besok ujian, terbayang mantan, teman baperan, sampai pakai baju apa yang sebenarnya tak jadi masalah. Kalau di lautan, pikiran-pikiran itu semacam sampah –karena mereka mengotori pikiran yang sebenarnya jernih.

Sebelum jadi bentukan bulat pikiran itu, informasi dari seluruh panca indera akan diterima dan disaring oleh Reticular Activating System (RAS) di mana informasi yang relevan akan ditahan oleh otak sadar. Tidak aku jelaskan lebih jauh, yang jelas memanfaatkan RAS adalah investasi yang penting. Video di bawah ini menggambarkannya dengan baik. Kuberikan informasi juga apa yang membedakan konsentrasi, kontemplasi, dan meditasi –penggambaran yang sangat baik oleh Pak Wayan ketika kutanya.
Setelah menjelaskan kesemua ini, Pak Wayan mengajakku untuk mulai bermeditasi. Ternyata caranya sangat mudah dan kupikir siapapun bisa melakukannya –yang penting niat.
  1. Ambil posisi duduk yang paling nyaman, tenang saja, pun jika ingin mengganti posisi di tengah jalan, diperbolehkan.
  2. Tutup mata. Percaya atau tidak, mata lebih mudah menghasilkan informasi dan menjadikan itu sebagai pikiran. Menutup mata selama meditasi membantu kita meminimalisir pikiran yang tidak perlu.
  3. Tarik napas panjang. Ya, otak sangat membutuhkan oksigen untuk dapat bekerja dengan baik. Meredakan emosi memuncak, mempertajam memori, mengendalikan pikiran adalah sebagian kecilnya.
  4. Dalam posisi mata tertutup, diamlah saja. Biarkan pikiran apapun masuk, jangan menolaknya karena justru kita akan fokus pada titik ‘menghalangi sebuah pikiran masuk’. Tetap saja diam hingga 10-15 menit. “Mengapa tak lebih lama?” tanyaku. “Analogikan secangkir kopi, setelah diaduk, bisa jadi dia didiamkan sebentar agar bubuknya mengendap ke bawah. Didiamkan 15 menit sampai lebih dari itu rasanya akan tetap sama saja, sudah terbentuk endapannya dan tidak akan terlalu banyak bertambah,” jawab Pak Wayan.
  5. Oh ya, di tengah proses meditasi kita bisa juga kembali menarik napas panjang, misalnya ketika mengingat/ memikirkan sesuatu yang cukup emosional tiba-tiba atau hanya ingin saja.
  6. Ketika kita merasa cukup, tarik napas panjang lagi. Mungkin tiga kali cukup.
  7. Katupkan tangan kanan dan kiri, saling gosokkan hingga dirasa cukup hangat, lalu tepukkan telapak tangan yang sudah hangat itu ke wajah –mengembalikan diri ke fase aktif. Basuh ke atas agar mengenai mata dan bukalah.
Meditasi bisa dilakukan kapan saja, dianggap sebagai renungan juga bisa. Pak Wayan menyarankanku melakukannya sekali saat bangun pagi dan sekali saat malam (prime time/ hendak tidur). Hal yang penting diingat adalah jangan ambil posisi berbaring karena justru lebih mudah bagi kita untuk masuk ke fase deep sleep atau dreaming daripada meditatif. Lalu bagaimana kalau sudah dengan posisi duduk namun tetap tertidur? “Tubuh kita yang paling tahu, apa yang sebenarnya kita butuhkan, tidak apa-apa,” jawab Pak Wayan sambil tersenyum.

Saat ini aku sedang rutin melakukan meditasi, untuk membantu pikiranku. Apa aku mendapatkan hasil dalam satu percobaan? Tentu tidak, aku sadar ini memerlukan proses –terutama saat berdamai dengan pikiran ingin berhenti di tengah jalan atau terbersit pikiran apa manfaatnya. “Setelah rutin bermeditasi, bagi diri sendiri mungkin kita akan susah melihatnya. Coba tanyakan sekitar, pasti ada perubahan.” Memang ya, pertemuanku dengan Pak Wayan hari itu sudah ditakdirkan. Aku beberapa kali menceritakan ini pada teman-teman dekat, sangat terharu mereka mendengarnya dengan minat dan berniat mencobanya.

My Instagram